Madrasah Ramadhan Di Masa Pandemi
Oleh : Ust.H. Mukhlis Setiawan, S.S.I ( Kabid. Pendidikan dan Pengajaran )
Memasuki tahun 2020, dunia dihebohkan dengan wabah virus yang menimpa warga Wuhan , China. Seperti debu yang diterbangkan angin, virus ini "terbang" ke berbagai pelosok negri di dunia. Dan lebih dari 200 negara terkena serangan virus tersebut. Virus ini bernama corona atau dikenal dengan sebutan covid 19.
Covid 19 telah meluluhlantahkan arogansi manusia. Menyerang sektor-sektor vital kehidupan manusia. Menyerang sektor kesehatan dengan menelan ratusan hingga ribuan korban jiwa. Menyerang sektor ekonomi dengan banyaknya PHK dan gulung tikar usaha. Menyerang sektor sosial dengan adanya sosial distancing dan psychal distancing. Dan menyerang sektor pendidikan dengan dibatalkannya beberapa program di kalender akademik dan berpindahnya proses belajar siswa dari sekolah ke rumah.
Tidak hanya lembaga pendidikan sekolah, tapi lembaga pendidikan pesantren pun terkena juga dampak dari wabah covid 19 ini. Puluhan bahkan ratusan Pondok Pesantren akhirnya ikut menunda beberapa program akademiknya dan ratusan sampai ribuan santri diliburkan lebih awal untuk di edukasi oleh orangtua.
Situasi seperti itu pula yang dialami oleh Pondok Pesantren Fajrussalam, Bogor. Dari ahir maret telah meliburkan santrinya. Dan pondok pesantren pun dalam kondisi lockdown. Namun demikian ada sekitar 22 ustadz yang masih tinggal di pesantren. Mereka berkhidmah, membersihkan pesantren dan menjaga pesantren siang dan malam, dan turut membantu dalam proses pembangunan aula pesantren.
Memasuki bulan ramadhan, aktifitas pesantren berubah menjadi madrasah ramadhan. Sesuai dengan namanya, madrasah ramadhan, maka ramadhan menjadi suasana belajar bagi asatidz yang masih menetap dibawah bimbingan pimpinan pesantren, KH Mukti Ali Abdul Goni.
Di 10 hari pertama ramadhan, belajar kembali kitab Ajurumiyah dengan pengayaan bait-bait alfiyah ibnu malik di setiap ba'da subuh, ba'da zuhur, dan ba'da ashar. Sampai dua kali pengulangan untuk hapalan dan pemahaman. Kemudian diakhiri dengan pemberian ijazah kitab Ajurumiyah.
Dan tepat di hari ke sepuluh ramadhan dimulai kajian dan khataman kitab shohih Bukhori dibawah bimbingan KH Mukti Ali Abdul Goni, yang waktu pelaksanaannya dari ba'da zuhur sampai waktu ashar. Dengan metode seperti yang dilakukan oleh guru beliau, Abuya Sayyid Muhammad bin Alawi al-maliki di makkah dan raudhoh di setiap ramadhan. Dalam kajian dan khataman shohih Bukhori ini diperkenalkan pula dengan hadits-hadits yang menjadi dalil ahlussunah waljama'ah yang mungkin selama ini "terpendam". Diantaranya seperti hadits tentang menentukan hari untuk amal sholih, hadits tentang tabur bunga dan menanam bunga di kuburan, hadits tentang tabarruk dengan rambut, sisa air wudlu, dan air ludah Rosululloh صلى الله عليه وسلم.
Pada prinsipnya, melalui madrasah ramadhan ini, menjadikan masa pandemi sebagai hikmah untuk meningkatkan kualitas diri dalam keimanan dan keilmuan.
Abi KH Mukti Ali Abdul Goni selalu menanamkan kepada asatizd dan santri seperti apa yang ditanamkan oleh para pimpinan pesantren Darussalam, Garut ; Never too old to learn. Dan apa yang ditanamkan Abuya Sayyid Muhammad bin Alawi al-maliki ; مازلتَ طالباً (selamanya kamu santri). Dan karakteristik santri adalah mengaji. Serta Abdullah bin Mubarok (118-181) berkata :
لا يزال المرءُ عالماً ما طلب العلمَ، فإذا ظنّ أنه قد علم فقد جهل.
"seseorang disebut pintar selama terus belajar. Begitu ia merasa pintar, maka saat itu dia bodoh"
Fajrussalam, 21 ramadhan 1441/14 mei 2020.