Logo Pondok Pesantren Fajrussalam
Artikel
26/Oct/2024

Menjemput Lailatul Qadar

Oleh : Ust.H. Mukhlis Setiawan, S.S.I ( Kabid. Pendidikan dan Pengajaran )

Memasuki sepuluh hari terakhir dari ramadhan, tidak hanya terdapat pembebasan dari api neraka, tetapi terdapat pula satu malam yang ditunggu-tunggu kedatangannya dan diharapkan kebaikannya oleh umat Islam di dunia, yaitu lailatul qodar.

Lailatul qodar artinya malam yang agung dan mulia. Dinamakan demikian karena amal saleh yang dilakukan pada malam tersebut memiliki kedudukan yang mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Lailatul qodar berarti pula malam penentuan segala urusan, dimana Allah menentukan urusan hambaNya untuk satu tahun kedepan.

Lailatul qodar adalah anugerah istimewa yang diberikan oleh Allah untuk umat rasulullah صلى الله عليه وسلم sebagai penyeimbang untuk kebaikan yang dilakukan oleh umat sebelumnya.

Ada beberapa riwayat yang menceritakan tentang bagaimana lailatul qodar ini diberikan oleh Allah kepada umat rasulullah صلى الله عليه وسلم. Pertama, imam Atha berkata, dari Ibnu Abbas : bahwa disebutkan kepada rasulullah tentang seseorang dari bani israil yang senantiasa mengangkat senjata di jalan Allah selama seribu bulan, sehingga rasulullah pun menjadi kagum dan berharap kebaikan orang tersebut diberikan kepada umatnya seraya berdoa "Ya Rabb, engkau jadikan umatku umat yang paling pendek umurnya dan paling sedikit amalnya". Lalu Allah memberikan lailatul qodar kepadanya. Riwayat kedua, imam Mujahid berkata : bahwa rasulullah menceritakan tentang seseorang dari bani israil yang senantiasa berperang di jalan Allah selama satu bulan sehingga kaum muslimin pun menjadi kagum dengan orang tersebut. Lalu Allah menurunkan surat al-qodar. Riwayat ketiga, imam ibnu Jarir berkata : bahwa dahulu di bani israil ada seseorang yang senantiasa ibadah malam hari sampai pagi kemudian berjihad di siang hari sampai sore, dan dia melakukan itu selama seribu bulan. Lalu Allah menurunkan ayat tentang keutamaan lailatul qodar. Dan riwayat keempat, imam ibnu Abi Hatim berkata : bahwa suatu hari rasulullah menceritakan tentang empat orang dari bani israil yang senantiasa beribadah kepada Allah dan tidak pernah bermaksiat sedikitpun selama delapan puluh tahun, mereka adalah Ayyub, Zakariya, Hezkel ibnul ajuz, dan Yusa' bin Nun, sehingga para sahabat menjadi kagum. Lalu Allah menurunkan surat al-qodar.

Dari keempat riwayat di atas terdapat satu kesimpulan bahwa dengan keutamaan lailatul qodar, amal saleh apapun (salat, membaca qur'an, sedekah, berzikir, berdoa, membaca salawat kepada nabi, dan kebaikan lainnya) yang dilakukan pada malam tersebut lebih baik dari amal saleh yang dilakukan di luar malam tersebut selama seribu bulan (84 tahun empat bulan).

Dengan keutamaan lailatul qodar dan "keuntungan" yang luar biasa dari memaksimalkan lailatul qodar dengan amal saleh, maka sudah seharusnya kaum muslimin menyambutnya dengan suka cita dan menghidupkan malam tersebut dengan ibadah.

Muncul pertanyaan, kapan terjadinya lailatul qodar? Apakah hanya terjadi di masa rasulullah saja? Ada beberapa pendapat. Sebagian mengatakan lailatul qodar hanya terjadi pada masa rasulullah lalu diangkat. Tetapi mayoritas sahabat dan ulama mengatakan bahwa lailatul qodar terus terjadi sampai hari kiamat. Hal ini berdasarkan riwayat, Abdullah bin alhusain, pelayan Muawiyah yang bertanya kepada Abu Hurairoh. Wahai Abu Hurairoh : banyak orang yang mengira lailatul qodar sudah diangkat? Abu Hurairoh menjawab : dusta orang berkata seperti itu. Aku bertanya lagi : apakah terjadi di setiap bulan? Abu Hurairoh menjawab : tidak, tetapi di bulan ramadhan saja, maka sambutlah.

Banyak riwayat yang menjelaskan tentang lailatul qodar ini terjadi di bulan ramadhan, tepatnya di sepuluh malam terakhir dari ramadhan. Seperti hadits yang diriwayatkan oleh sayyidah Aisyah, rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda : carilah lailatul qodar pada sepuluh hari terakhir dari ramadhan (Bukhori Muslim). Dan riwayat lainnya dari sayyidah Aisyah, rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda : carilah lailatul qodar pada hari-hari ganjil di sepuluh hari terakhir dari ramadhan (Bukhori). Namun malam keberapa dari sepuluh hari