Muhasabah Ramadhan
Oleh : Ust. H. Mukhlis Setiawan, S.S.I ( Kabid Pendidikan dan Pengajaran )
Di setiap kedatangan pasti ada kepergian. Di setiap perjumpaan pasti ada perpisahan. Begitu pula dengan ramadhan. Rasanya baru kemarin kita kedatangan ramadhan, besok dia akan pergi meninggalkan kita. Rasanya baru kemarin kita berjumpa dengan ramadhan, besok kita akan berpisah denganya.
Datang lalu pergi. Berjumpa lalu berpisah. Itu adalah bagian dari sunatullah. Namun setiap perjumpaan akan memberikan kesan dan nilai. Kesan dan nilai akan tergantung dari interaksi kedua pihak. Begitu pun dengan ramadhan, bagaimana interaksi kita dengan ramadhan selama satu bulan dan bagaimana kita mengisi ramadhan.
Maka alumni ramadhan itu akan variatif seperti alumni sebuah lembaga pendidikan. Walau masa pendidikannya sama tapi out put alumninya akan berbeda. Semua kembali kepada sikap, perilaku, kesungguhan dan usaha selama dalam masa pendidikan. Ada yang berhasil. Ada pula yang gagal.
Demikian pula dengan individu mukmin yang berada di madrasah ramadhan. Walau setiap individu mukmin memiliki waktu yang sama, 29 atau 30 hari, tapi out put alumninya akan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Mukmin yang berpuasa dan disertai dengan shalat 5 waktu, tarawih, tadarrus al-qur'an, mengaji, berzikir, bersedekah, dan kebaikan lainnya selama ramadhan, tentu akan berbeda dengan mukmin yang hanya sekedar puasa tanpa disertai shalat 5 waktu, tarawih, tadarrus, dan aktivitas ibadah lainnya. Apalagi mukmin tapi tidak berpuasa.
Ramadhan, bagi seorang mukmin idealnya menjadi madrasah "pengepongpongan". Seperti ulat yang dikepongpong lalu terlahir menjadi kupu-kupu yang indah. Maka mukmin yang dikepongpong ramadhan harusnya terlahir menjadi mukmin yang bertakwa.
Takwa adalah out put dari pada puasa. Karena tujuan diperintahkan puasa adalah untuk membentuk mukmin yang bertakwa. Takwa yang bermakna melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi laranganNya.
Saat ramadhan ini akan pergi meninggalkan kita dan kita akan berpisah dengan ramadhan, maka hendaknya kita muhasabah (introspeksi diri). Apakah di ramadhan ini Ibadah kita ada peningkatan atau tidak? Ketakwaan kita mengalami peningkatan atau tidak? Atau di ramadhan ini kita hanya berpuasa untuk menggugurkan kewajiban saja? Jika mata kita mampu menangis di saat berpisah dengan kekasih dunia, maka kepergian ramadhan dan perpisahan kita dengan ramadhan jauh lebih pantas untuk kita tangisi.
Ulama salafussaleh senantiasa menangis ketika ramadhan akan pergi dan dia akan berpisah dengan ramadhan. Imam Ibnu Rajab رحمه الله berkata :
كيف لا تجري للمؤمن على فراقه دموعٌ # وهو لا يدري هل بقِيَ له في عمره إليه رجوعٌ
Bagaimana mungkin air mata seorang mukmin tidak menetes tatkala berpisah dengan ramadhan # sedang dia tidak tahu apakah masih ada sisa umurnya untuk berjumpa lagi dengan ramadhan.
Demikian pula imam Abdullah bin Alawi Al-Haddad berkata :
لا تسكب الدمعاتِ لرحيل رمضان، فرمضان سيعود # لكن اسكب الدمعات خشسةً أن يعود رمضان وأنت رحيلٌ
Jangan kau tumpahkan air mata atas kepergian ramadhan, karena ramadhan pasti akan kembali # Tapi tumpahkan airmatamu karena takut saat ramdhan kembali lagi, sementara engkau telah pergi (meninggal)
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1441 H. Al-Faqir mohon maaf lahir batin🙏😭
Fajrussalam, 30 ramadhan 1441 H/23 Mei 2019.