Ujian ; Santri Dan Kitab
Oleh : Mukhlis Setiawan
Ujian di Pondok Pesantren tentu berbeda dengan ujian di sekolah. Ujiannya semua essai, tak ada pilihan ganda. Dan semua soal memakai bahasa Arab untuk pelajaran bahasa arab dan dirasat Islamiyah dan bahasa Inggris untuk pelajaran bahasa inggris dan grammar. Kecuali pelajaran umum dengan bahasa Indonesia.
Beberapa hari menjelang pelaksanaan ujian, semua santri sudah nampak serius dan di sibukan dengan membawa buku dan membaca buku. Kemana-mana pasti membawa buku. Dan tiada waktu tanpa membaca buku.
"خير جليس في الزمان كتاب"
"Sebaik-baik teman duduk di segala waktu adalah buku"
Rupanya bait mahfudzot ini menemukan momentumnya di musim ujian. Saat menjelang ujian seperti sekarang ini, maka tidak ada rumusnya berpisah dengan buku, dimana pun berada. Pagi, siang, sore, malam, yang ada adalah membaca, membaca dan membaca. Tak peduli tempat: di mushola, di kamar, di bawah pohon, jika perlu sambil ngantri kamar mandi pun sempet-sempetin membaca. Namun di Pesantren tetap di arahkan, bahwa "Belajar bukan untuk ujian, tapi ujian untuk belajar".
Melihat miliu (lingkungan) santri yang membaca seperti itu, jadi teringat kebiasaan negara-negara maju seperti Jepang dan Finlandia yang di sebut sebagai negara terbaik dalam pendidikan, ternyata rahasianya di membaca. Di Jepang, di sebuah taman ada patung timbangan anak kecil sedang duduk membaca di satu sisi dan di sisi lainnya sedang duduk orang dewasa gemuk. Dalam ilustrasi arca tersebut ternyata bobot anak kecil sedang membaca lebih berat di banding orang dewasa yang gemuk. Itulah ilustrasi orang yang membaca, walaupun anak kecil, dia akan lebih hebat kualitasnya di banding orang dewasa tapi malas membaca.
"العالم كبير وإن كان حدثا والجاهل صغير وإن كان شيخا"
"Orang berilmu adalah besar (kualitasnya) walau dia anak kecil, sedang orang bodoh adalah kecil (kualitasnya) walau dia orang tua"
Lain lagi di tengah kota Finlandia, ada patung orang yang tenggelam sampai leher tapi tangannya berada di luar memegang buku sambil membaca. Bahkan di sampingnya ada tulisan inspiratif :
"إقرأ حتى وإن كنت تغرق"
"Bacalah, walau kamu mau tenggelam"
Dalam Islam, harusnya tidak aneh bin asing karena membaca merupakan perintah pertama pada wahyu pertama kenabian Muhammad SAW. Itu artinya, kegemaran membaca harus menjadi bagian dari sikap hidup dasar seorang muslim. Itu perintah agama lho! Tanpa membaca, seseorang tidak akan mungkin memiliki pengetahuan yang luas, lalu bagaimana mungkin bisa menjalankan dan mendakwahkan agama jika tidak di sertai pengetahuan.
Namun ironi menyedihkan yang menimpa seseorang di era milenial, kata Prof Dr KH Hamid Fahmi Zarkasyi, "Kalau orang tidak makan sehari, dia pasti kelaparan. Tapi tidak membaca sehari, dia tidak merasa kehilangan". Beliau melanjutkan, kalau kini orientasi perut lebih besar di bandingkan orientasi otak. Itu bisa di lihat dari orang merasa berat membeli kitab/buku, tapi di sisi lain santai dan happy menghabiskan uang ratusan ribu nongkrong di cafe.
Selamat mengikuti dan menjalankan ujian. Dari ujian semoga menjadi awal tumbuh habit membaca dan dari membaca kelak menjadi pribadi yang hebat dan bermanfaat untuk umat.
Fajrussalam, 20 November 2021.